1/24/09

Demam = Fever

Demam atau pireksia merupakan keadaan dimana suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh Interleukin-1 (IL-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal.

Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang interleukin-1 , sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), dan Interferon (INF) adalah pirogen endogen.


Pirogen eksogen akan merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung pada hipotalamus.


Beberapa contoh pirogen mikrobial, antara lain; bakteri gram negatif dan positif, virus, jamur. Sedangkan contoh pirogen non-mikrobial, antara lain; fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid, sistem monosit-makrofag, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktifasi, interferon (INF), Interleukin-2 (IL-2), dan Granulocyte-Macrophage Coloby-Stimulating Factor (GM-CSF).


Daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVTL) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel memproduksi PGE-2, secara difusi masuk kedalam preoptik/region hipotalamus untuk menyebabkan demam atau bereaksi pada serabut saraf dalam OVLT. Prostaglandin E2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1, dan peningkatan kadar PGE2 di otak. Penyuntikan PGE2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang memproduksi demam beberapa menit, lebih cepat daripada demam yang diinduksi oleh IL-1.


Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan member isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkahlaku manusia yang bertujuan menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Kation Na+, Ca2+, dan cAMP berperan dalam mengatur suhu tubuh, meski mekanisme pastinya belum begitu jelas. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik yang menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin E2 diketahui mempengaruhi secara negative-feed back dalam pelepasan IL-1, sehingga mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, vasopressin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fevers. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan serabut simpatis.

Source : Ikatan Dokter Indonesia, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Ed.2, Jakarta; 2008.

20 January 2009


regards, taniafdi ^_^

No comments:

1/24/09

Demam = Fever

Demam atau pireksia merupakan keadaan dimana suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh Interleukin-1 (IL-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal.

Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang interleukin-1 , sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), dan Interferon (INF) adalah pirogen endogen.


Pirogen eksogen akan merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung pada hipotalamus.


Beberapa contoh pirogen mikrobial, antara lain; bakteri gram negatif dan positif, virus, jamur. Sedangkan contoh pirogen non-mikrobial, antara lain; fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid, sistem monosit-makrofag, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktifasi, interferon (INF), Interleukin-2 (IL-2), dan Granulocyte-Macrophage Coloby-Stimulating Factor (GM-CSF).


Daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVTL) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel memproduksi PGE-2, secara difusi masuk kedalam preoptik/region hipotalamus untuk menyebabkan demam atau bereaksi pada serabut saraf dalam OVLT. Prostaglandin E2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1, dan peningkatan kadar PGE2 di otak. Penyuntikan PGE2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang memproduksi demam beberapa menit, lebih cepat daripada demam yang diinduksi oleh IL-1.


Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan member isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkahlaku manusia yang bertujuan menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Kation Na+, Ca2+, dan cAMP berperan dalam mengatur suhu tubuh, meski mekanisme pastinya belum begitu jelas. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik yang menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin E2 diketahui mempengaruhi secara negative-feed back dalam pelepasan IL-1, sehingga mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, vasopressin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fevers. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan serabut simpatis.

Source : Ikatan Dokter Indonesia, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Ed.2, Jakarta; 2008.

20 January 2009


regards, taniafdi ^_^

No comments: