7/29/11

QS. Ar-Ra'd/13:26

"Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan di akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)"

regards, taniafdi ^_^

7/27/11

Hematuria Jarang Berhubungan Dengan Kanker Saluran Kemih

Dr. Howard Jung dari Kaiser Permanente, Los Angeles, mengatakan bahwa studi ini merupakan tantangan terhadap panduan klinik yang ada sekarang di mana mungkin merekomendasikan secara berlebih untuk dilakukan pemindaian yang mahal dan melibatkan paparan radiasi yang bermakna untuk pasien yang mempunyai bukti mikroskopik adanya darah di urinnya.

Panduan American Urological Association (AUA) menganjurkan evaluasi kanker saluran kemih pada pasien dengan mikrohematuria asimptomatik dengan menggunakan pencitraan saluran kemih bagian atas, sitologi urin dan sitoskopi. Panduan di Kanada mirip terapi terbatas pada mereka yang berusia > 40 tahun.

Untuk itu, peneliti mempelajari data 309.402 pasien yang telah menjalani urinalisis mikroskopik, di mana 156.691 menderita hematuria. setelah 3 tahun follow-up, insidensi kanker saluran kemih secara keseluruhan adalah 0,43%. Sedangkan insidensinya pada pasien hematuria adalah 0,68% dan non-hematuria adalah 0,18%. Insidensi kanker pada pasien perempuan usia < 40 tahun adalah < 0,07% dan 0,43% pada laki-laki tanpa memandang derajat hematuria. Risiko kanker meningkat dikaitkan dengan usia > 40 tahun (OR 17), hematuria (25 sel darah merah per lapangan pandang) (OR 4,0) dan laki-laki (OR 4,8).

Defenisi AUA mengenai mikrohematuria mempunyai sensitivitas 50%, spesifikasi 84%, dan nilai prediktif positif 1,3% . Menerapkan panduan dari Kanada, secara potensial menghemat 14.333 evaluasi tetapi dengan akibat kehilangan 12 kasus kanker saluran kemih.

Pendekatan alternatif yang diusulkan untuk mengevaluasi pasien dengan usia > 40 tahun adalah dengan paling sedikit 1 kali urinalisis yang menunjukkan sel darah merah >25/lapangan pandang. Dibandingkan AUA, metode ini menghemat 25.917 evaluasi dan mendeteksi 6 kasus kanker uriner lagi. Dibandingan dengan cara Kanada, akan menghemat 11.584 evauasi dan mendeteksi 16 kasus lagi.

Paparan radiasi akibat pemindaian dapat meningkatkan risiko individu untuk menderita kanker. Demikian pula, tes yang tidak perlu berkontribusi terhadap krisis perawatan kesehatan dan biaya berlebih.

Journal of Urology 2011;185:1698-1703. MedicalUpDate July 2011.

regards, taniafdi ^_^

Saxagliptin

Seperti diketahui, mayoritas pasien diabetes tipe 2 akan kesulitan mencapai atau mempertahankan target glikemik mereka, sehingga akhirnya memerlukan terapi kombinasi 2 obat antidiabetes (OAD) atau lebih, terkait dengan penurunan progresif fungsi sel beta. Saat ini, beberapa studi klinis membuktikan Saxagliptin (OAD golongan baru, yaitu penghambat DPP-4), teruji efektif dan dapat ditoleransi dengan baik sebagai terapi kombinasi dengan OAD golongan terdahulu (seperti sulfonilurea, metformin, dan thiazolidinedione/TZD), untuk memperbaiki kontrol glikemik pasien-pasien diabetes tipe 2, yang kondisinya tidak terkontrol dengan monoterapi OAD saja.

Saxagliptin merupakan penghambat kuat enzim dipeptidil peptidase-4 selektif (penghambat DPP-4), yang diformulasikan untuk menghasilkan efek hambatan enzim DPP-4 yang lebih lama. Penghambatan DPP-4 akan meningkatkan kadar hormon GLP-1 (glocagon like peptide-1) dan GIP (glucose dependent insulinotropic peptide), dua jenis hormon pengatur homeostasis glukosa darah yang bekerja menstimulasi sintesis dan penglepasan insulin, serta menghambat pengosongan lambung dan sekresi glukagon. Obat-obat penghambat DPP-4 diketahui memiliki profil keamanan yang baik, termasuk resiko hipoglikemia yang rendah terkait kerjanya yang glucose-dependet dan efek terhadap berat badan yang netral.

Tiga studi klinis baru-baru ini mengungkapkan efektivitas dan keamanan terapi saxagliptin sekali sehari sebagai terapi tambahan pada sulfonilurea, metformin, dan TZD. Berikut sekilas ulasan ketiga studi klinis tersebut.

Saxagliptin sebagai terapi tambahan sulfonilurea dosis submaksimal hasilkan kontrol glikemik yang lebih baik, dibanding peningkatan dosis sulfonilurea. Hasil studi ini menunjukkan 92% pada kelompok monoterapi membutuhkan peningkatan dosis glibenklamid. Penambahan saxagliptin 2,5 dan 5 mg menghasilkan rerata penurunan signifikan pada minggu ke-24 vs peningkatan dosis glibenklamid saja. Proporsi pasien yang mampu mencapai target A1c <7% terlihat lebih besar pada kelompok saxagliptin vs monoterapi, dan juga didapatkan penurunan postprandial glucose area under the curve/PPG AUC untuk kelompok saxagliptin vs monoterapi. Sementara itu, kejadian efek samping yang terjadi (termasuk hipoglikemia) tampak serupa pada semua kelompok.

Saxagliptin sekali sehari plus metformin merupakan terapi pilihan untuk penanganan pasien-pasien diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol hanya dengan monoterapi metformin. Hasil studi menunjukkan terapi saxagliptin (2,5; 5; dan 10 mg) plus metformin sampai dengan minggu ke-24, secara signifikan mampu menghasilkan rerata penurunan nilai A1c, glukosa plasma puasa dan PPG, bila dibandingkan dengan monoterapi metformin. Proporsi pasien dengan A1c <7% terlihat lebih besar pada kelompok saxagliptin. Fungsi sel beta dan postprandial c-peptide, insulin, dan glukagon AUC juga terlihat lebih baik pada kelompok saxagliptin. Insidensi efek samping hipoglikemia dan penurunan berat badan sebanding dengan plasebo.

Penambahan saxagliptin pada terapi TZD hasilkan perbaikan kontrol glikemis klinis penting dan dapat ditoleransi dengan baik, dibanding monoterapi TZD. hasil studi menunjukkan pada minggu ke-24, terapi saxagliptin (2,5 dan 5 mg) plus TZD menghasilkan penurunan rerata yang signifikan vs plasebo untuk nilai A1c dan glukosa plasma puasa. Proporsi pasien dengan A1c <7% lebih besar pada kelompok saxagliptin vs plasebo. PPG AUC juga dapat diturunkan secara signifikan. Saxagliptin juga diperlihatkan secara umum dapat ditoleransi dengan baik.

- Int J Clin Pract 2009;63(9):1359-1406.
- Diabetes Care 2009;32:1649-55.
- J Clin Endocrinol Metab 2009;94:4810-19.

Source : MedicalUpDate / July 2011

regards, taniafdi ^_^

Sukses Potty Dalam 7 Hari

Hari ke-1 : 
Ajak si kecil buang air kecil (BAK) setiap 15 menit sekali dan buang air besar (BAB) di waktu ia biasa melakukannya.

Hari ke-2 :
Berikan kesempatan kepada si kecil untuk telanjang atau tanpa popok di rumah. jadi, saat ia ingin buang air, ia akan melakukannya dengan benar.

Hari ke-3 :
Kurangi minum saat menjelang tidur malam. Sebelum tidur, ajak si kecil untuk buang air.

Hari ke-4 :
Tetap semangati si kecil walaupun ia tidak sengaja buang air di luar potty.

Hari ke-5 :
Contohkan bagaimana harus melakukan urusan buang air ini di kamar kecil. Jika anak anda laki-laki, minta suami mengajarinya melakukan BAK.
Hari ke-6 :
Ajak si kecil datang lebih pagi ke sekolahnya, bawa ia ke kamar kecil sebelum kelas dimulai. Beri juga informasi kepada guru si kecil bahwa si kecil sedang berlatih buang air sendiri.

Hari ke-7 : 
Beri hadiah jika si kecil bisa menggenapi beberapa hari tantangan (yang telah anda dan si kecil sepakati) tanpa mengompol atau BAB di celana.

Mother and Baby / Agustus 2011.

regards, taniafdi ^_^

Onesie

Sebagai ibu yang memiliki bayi tentu anda tidak asing dengan pakaian yang satu ini. Ternyata, desain onesie yang biasa disebut romper atau jumper ini terinspirasi dari kostum yang dikenakan tokoh si kembar bernama Thing One dan Thing Two dalam cerita The Cat in The Hat karya Dr.Seuss. Dalam cerita tersebut, Thing One dan Thing Two mengenakan pakaian yang bersambung dari leher hingga ujung kaki. Model pakaian ini kemudian diadaptasi oleh produsen pakaian bayi di Amerika dan dipopulerkan dengan nama onesie.

Kini, onesie menjadi model pakaian bayi yang populer dan dikenakan oleh bayi-bayi di seluruh dunia.

Source: Mother and Baby / Agustus 2011

regards, taniafdi ^_^

Antibiotic Prophylaxis for Chilhood Urinary Tract Infection.


By the age of 7, some 8% of girls and 2% of boys have had a urinary tract infection, and around one in 20 of these will have renal damage. It is not known whether long-term antibiotic prophylaxis prevents renal damage. Now, a multicenter trial in Australia has shown that such prophylaxis prevents some reccurent urinary tract infections.

A 12-month randomized trial of trimethoprim-sulfamethoxazole suspension vs placebo included 576 children (77% <4 years old) with at least one previous urinary tract infection. Vesicoureteric reflux had been diagnosed in 42%, reccurent urinary tract infection occurred during the trial in 13% (treatment group) vs 19% (controls), a significant difference. The number-needed-to-treat to prevent one urinary tract infection was 14.

Long term antibiotic prophylaxis with trimethoprim-sulfamethoxazole was modestly effective.

JPOG MAR/APR 2010
Craig JC et al. Antibiotic prophylaxis and reccurent urinary tract infection in children. NEJM 2009; 361:1748-1759; Hoberman A, Keren R, Antimicrobial prophylaxis for urinary tract infection in children. Ibid: 1804-1806 (editorial).


regards, taniafdi ^_^

Penggunaan Antibiotika Selama Kehamilan


Menurut hasil studi berbasis populasi, kasus-kontrol di berbagai lokasi, yang telah dilaporkan dalam Archives of Pediatric & Adolescent Medicine November 2009, banyak antibiotika yang telah digunakan selama kehamilan, kecuali sulfonamide dan nitrofurantoin, tidak dikaitkan dengan kelainan janin.

Krista S.Crider, PhD dkk dari US Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta, Gerogia, menulis bahwa antimikroba dan antibiotika khususnya, merupakan obat yang sering digunakan selama kehamilan karena terapi infeksi penting untuk kesehatan ibu dan janinnya.

Meskipun tampaknya beberapa golongan antibiotika relatif aman digunakan selama kehamilan, namun sebelumnya belum ada studi skala besar yang menilai keamanan atau resiko berbagai golongan antibakteri.

Tujuan The National Birth Defects Prevention Study yang dilakukan si AS tersebut adalah menilai kaitan antara penggunaan antibiotika selama fase perkembangan pada kehamilan awal (dari 1 bulan sebelum kehamilan hingga 3 bulan usia kehamilan) dengan kelainan janin.

Studi tersebut melibatkan 13.155 ibu yang janinnya mengalami 1 kelainan saat lahir yang dideteksi melalui program surveilans kelainan janin di 10 negara bagian. Subyek kontrol adalah 4941 ibu yang secara acak dipilih dari daerah geografik yang sama.

Dalam studi ini dicatat penggunaan antibiotika oleh ibu hamil selama periode 1 bulan sebelum hamila hingga akhir trisemester pertama, dan parameter penilaian utama adalah Odd Ratio (OR) yang menggambarkan kaitan antara penggunaan antibiotika spesifik dan kelainan janin yang telah ditentukan.

Selama kehamilan, penggunaan antibiotika dilaporkan meningkat dan puncaknya selama bulan ketiga. Penggunaan antibiotika pada satu waktu selama periode 3 bulan sebelum hamil hingga akhir kehamilan dilaporkan sebesar 29,4% pada ibu yang janinnya mengalami kelainan saat lahir dan 29,7% pada subyek kontrol.

Kelainan janin yang dikaitkan dengan sulfonamide adalah anensefali (OR 3,4), sindroma jantung kiri hipoplastik (OR 3,2), koarktasio aorta (OR 27), atresia koanal (OR 8,0), kelainan gerak transversal (OR 2,5), dan hernia diafragmatik (OR 4,2).

Kelainan janin yang dikaitkan dengan nitrofurantoin adalah anoftalmia atau mikrooftalmos (OR 3,7), sindrom jantung kiri hipoplastik (OR 4,2), defek septum atrium (OR 1,9), dan celah bibir dan palatum (OR 2,1). Eritromisin dikaitkan dengan 2 defek dan penisilin, sefalosporin serta kuinolon masing-masing dikaitkan dengan 1 defek.

Meskipun penisilin, eritromisin, dan sefalosporin sering digunakan oleh ibu hamil, tidak dikaitkan dengan kebanyakan kelainan janin. Sedangkan sulfonamid dan nitrofurantoin dikaitkan dengan beberapa kelainan janin sehingga memerlukan tambahan penelitian yang cermat.

Keterbatasan studi ini meliputi disain retrospektif yang tidak mampu menentukan kaitan penyebab; penentuan penyebab kelainan janin merupakan hal yang problematik, kelainan tunggal dapat terjadi karena  berbagai penyebab, selain itu adanya kemungkinan bias dan kesulitan menentukan apakah kelainan janin dikaitkan dengan antibiotika khusus atau dengan infeksi yang dialami.

Meskipun tidak dapat menentukan keamanan obat selama kehamilan, tetapi studi ini menunjukkan risiko yang dikaitkan dengan banyak golongan antibakteri yang digunakan selama kehamilan.

Sumber : CDK 175 / Vol.37 No.2 / Maret-April 2010



Referensi :
1.       Many Antibitocs Used  During Pregnancy Are Not Associated With Several Birth Defects (http://www.medscape.com/viewarticle/711665_print)
2.       Antibiotic Use During Pregnancy And Birth Defects: Study Examines Associations. (http://www.sciencedaily.com/releases/2009/11/091102171417.htm)


regards, taniafdi ^_^

7/29/11

QS. Ar-Ra'd/13:26

"Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan di akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)"

regards, taniafdi ^_^

7/27/11

Hematuria Jarang Berhubungan Dengan Kanker Saluran Kemih

Dr. Howard Jung dari Kaiser Permanente, Los Angeles, mengatakan bahwa studi ini merupakan tantangan terhadap panduan klinik yang ada sekarang di mana mungkin merekomendasikan secara berlebih untuk dilakukan pemindaian yang mahal dan melibatkan paparan radiasi yang bermakna untuk pasien yang mempunyai bukti mikroskopik adanya darah di urinnya.

Panduan American Urological Association (AUA) menganjurkan evaluasi kanker saluran kemih pada pasien dengan mikrohematuria asimptomatik dengan menggunakan pencitraan saluran kemih bagian atas, sitologi urin dan sitoskopi. Panduan di Kanada mirip terapi terbatas pada mereka yang berusia > 40 tahun.

Untuk itu, peneliti mempelajari data 309.402 pasien yang telah menjalani urinalisis mikroskopik, di mana 156.691 menderita hematuria. setelah 3 tahun follow-up, insidensi kanker saluran kemih secara keseluruhan adalah 0,43%. Sedangkan insidensinya pada pasien hematuria adalah 0,68% dan non-hematuria adalah 0,18%. Insidensi kanker pada pasien perempuan usia < 40 tahun adalah < 0,07% dan 0,43% pada laki-laki tanpa memandang derajat hematuria. Risiko kanker meningkat dikaitkan dengan usia > 40 tahun (OR 17), hematuria (25 sel darah merah per lapangan pandang) (OR 4,0) dan laki-laki (OR 4,8).

Defenisi AUA mengenai mikrohematuria mempunyai sensitivitas 50%, spesifikasi 84%, dan nilai prediktif positif 1,3% . Menerapkan panduan dari Kanada, secara potensial menghemat 14.333 evaluasi tetapi dengan akibat kehilangan 12 kasus kanker saluran kemih.

Pendekatan alternatif yang diusulkan untuk mengevaluasi pasien dengan usia > 40 tahun adalah dengan paling sedikit 1 kali urinalisis yang menunjukkan sel darah merah >25/lapangan pandang. Dibandingkan AUA, metode ini menghemat 25.917 evaluasi dan mendeteksi 6 kasus kanker uriner lagi. Dibandingan dengan cara Kanada, akan menghemat 11.584 evauasi dan mendeteksi 16 kasus lagi.

Paparan radiasi akibat pemindaian dapat meningkatkan risiko individu untuk menderita kanker. Demikian pula, tes yang tidak perlu berkontribusi terhadap krisis perawatan kesehatan dan biaya berlebih.

Journal of Urology 2011;185:1698-1703. MedicalUpDate July 2011.

regards, taniafdi ^_^

Saxagliptin

Seperti diketahui, mayoritas pasien diabetes tipe 2 akan kesulitan mencapai atau mempertahankan target glikemik mereka, sehingga akhirnya memerlukan terapi kombinasi 2 obat antidiabetes (OAD) atau lebih, terkait dengan penurunan progresif fungsi sel beta. Saat ini, beberapa studi klinis membuktikan Saxagliptin (OAD golongan baru, yaitu penghambat DPP-4), teruji efektif dan dapat ditoleransi dengan baik sebagai terapi kombinasi dengan OAD golongan terdahulu (seperti sulfonilurea, metformin, dan thiazolidinedione/TZD), untuk memperbaiki kontrol glikemik pasien-pasien diabetes tipe 2, yang kondisinya tidak terkontrol dengan monoterapi OAD saja.

Saxagliptin merupakan penghambat kuat enzim dipeptidil peptidase-4 selektif (penghambat DPP-4), yang diformulasikan untuk menghasilkan efek hambatan enzim DPP-4 yang lebih lama. Penghambatan DPP-4 akan meningkatkan kadar hormon GLP-1 (glocagon like peptide-1) dan GIP (glucose dependent insulinotropic peptide), dua jenis hormon pengatur homeostasis glukosa darah yang bekerja menstimulasi sintesis dan penglepasan insulin, serta menghambat pengosongan lambung dan sekresi glukagon. Obat-obat penghambat DPP-4 diketahui memiliki profil keamanan yang baik, termasuk resiko hipoglikemia yang rendah terkait kerjanya yang glucose-dependet dan efek terhadap berat badan yang netral.

Tiga studi klinis baru-baru ini mengungkapkan efektivitas dan keamanan terapi saxagliptin sekali sehari sebagai terapi tambahan pada sulfonilurea, metformin, dan TZD. Berikut sekilas ulasan ketiga studi klinis tersebut.

Saxagliptin sebagai terapi tambahan sulfonilurea dosis submaksimal hasilkan kontrol glikemik yang lebih baik, dibanding peningkatan dosis sulfonilurea. Hasil studi ini menunjukkan 92% pada kelompok monoterapi membutuhkan peningkatan dosis glibenklamid. Penambahan saxagliptin 2,5 dan 5 mg menghasilkan rerata penurunan signifikan pada minggu ke-24 vs peningkatan dosis glibenklamid saja. Proporsi pasien yang mampu mencapai target A1c <7% terlihat lebih besar pada kelompok saxagliptin vs monoterapi, dan juga didapatkan penurunan postprandial glucose area under the curve/PPG AUC untuk kelompok saxagliptin vs monoterapi. Sementara itu, kejadian efek samping yang terjadi (termasuk hipoglikemia) tampak serupa pada semua kelompok.

Saxagliptin sekali sehari plus metformin merupakan terapi pilihan untuk penanganan pasien-pasien diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol hanya dengan monoterapi metformin. Hasil studi menunjukkan terapi saxagliptin (2,5; 5; dan 10 mg) plus metformin sampai dengan minggu ke-24, secara signifikan mampu menghasilkan rerata penurunan nilai A1c, glukosa plasma puasa dan PPG, bila dibandingkan dengan monoterapi metformin. Proporsi pasien dengan A1c <7% terlihat lebih besar pada kelompok saxagliptin. Fungsi sel beta dan postprandial c-peptide, insulin, dan glukagon AUC juga terlihat lebih baik pada kelompok saxagliptin. Insidensi efek samping hipoglikemia dan penurunan berat badan sebanding dengan plasebo.

Penambahan saxagliptin pada terapi TZD hasilkan perbaikan kontrol glikemis klinis penting dan dapat ditoleransi dengan baik, dibanding monoterapi TZD. hasil studi menunjukkan pada minggu ke-24, terapi saxagliptin (2,5 dan 5 mg) plus TZD menghasilkan penurunan rerata yang signifikan vs plasebo untuk nilai A1c dan glukosa plasma puasa. Proporsi pasien dengan A1c <7% lebih besar pada kelompok saxagliptin vs plasebo. PPG AUC juga dapat diturunkan secara signifikan. Saxagliptin juga diperlihatkan secara umum dapat ditoleransi dengan baik.

- Int J Clin Pract 2009;63(9):1359-1406.
- Diabetes Care 2009;32:1649-55.
- J Clin Endocrinol Metab 2009;94:4810-19.

Source : MedicalUpDate / July 2011

regards, taniafdi ^_^

Sukses Potty Dalam 7 Hari

Hari ke-1 : 
Ajak si kecil buang air kecil (BAK) setiap 15 menit sekali dan buang air besar (BAB) di waktu ia biasa melakukannya.

Hari ke-2 :
Berikan kesempatan kepada si kecil untuk telanjang atau tanpa popok di rumah. jadi, saat ia ingin buang air, ia akan melakukannya dengan benar.

Hari ke-3 :
Kurangi minum saat menjelang tidur malam. Sebelum tidur, ajak si kecil untuk buang air.

Hari ke-4 :
Tetap semangati si kecil walaupun ia tidak sengaja buang air di luar potty.

Hari ke-5 :
Contohkan bagaimana harus melakukan urusan buang air ini di kamar kecil. Jika anak anda laki-laki, minta suami mengajarinya melakukan BAK.
Hari ke-6 :
Ajak si kecil datang lebih pagi ke sekolahnya, bawa ia ke kamar kecil sebelum kelas dimulai. Beri juga informasi kepada guru si kecil bahwa si kecil sedang berlatih buang air sendiri.

Hari ke-7 : 
Beri hadiah jika si kecil bisa menggenapi beberapa hari tantangan (yang telah anda dan si kecil sepakati) tanpa mengompol atau BAB di celana.

Mother and Baby / Agustus 2011.

regards, taniafdi ^_^

Onesie

Sebagai ibu yang memiliki bayi tentu anda tidak asing dengan pakaian yang satu ini. Ternyata, desain onesie yang biasa disebut romper atau jumper ini terinspirasi dari kostum yang dikenakan tokoh si kembar bernama Thing One dan Thing Two dalam cerita The Cat in The Hat karya Dr.Seuss. Dalam cerita tersebut, Thing One dan Thing Two mengenakan pakaian yang bersambung dari leher hingga ujung kaki. Model pakaian ini kemudian diadaptasi oleh produsen pakaian bayi di Amerika dan dipopulerkan dengan nama onesie.

Kini, onesie menjadi model pakaian bayi yang populer dan dikenakan oleh bayi-bayi di seluruh dunia.

Source: Mother and Baby / Agustus 2011

regards, taniafdi ^_^

Antibiotic Prophylaxis for Chilhood Urinary Tract Infection.


By the age of 7, some 8% of girls and 2% of boys have had a urinary tract infection, and around one in 20 of these will have renal damage. It is not known whether long-term antibiotic prophylaxis prevents renal damage. Now, a multicenter trial in Australia has shown that such prophylaxis prevents some reccurent urinary tract infections.

A 12-month randomized trial of trimethoprim-sulfamethoxazole suspension vs placebo included 576 children (77% <4 years old) with at least one previous urinary tract infection. Vesicoureteric reflux had been diagnosed in 42%, reccurent urinary tract infection occurred during the trial in 13% (treatment group) vs 19% (controls), a significant difference. The number-needed-to-treat to prevent one urinary tract infection was 14.

Long term antibiotic prophylaxis with trimethoprim-sulfamethoxazole was modestly effective.

JPOG MAR/APR 2010
Craig JC et al. Antibiotic prophylaxis and reccurent urinary tract infection in children. NEJM 2009; 361:1748-1759; Hoberman A, Keren R, Antimicrobial prophylaxis for urinary tract infection in children. Ibid: 1804-1806 (editorial).


regards, taniafdi ^_^

Penggunaan Antibiotika Selama Kehamilan


Menurut hasil studi berbasis populasi, kasus-kontrol di berbagai lokasi, yang telah dilaporkan dalam Archives of Pediatric & Adolescent Medicine November 2009, banyak antibiotika yang telah digunakan selama kehamilan, kecuali sulfonamide dan nitrofurantoin, tidak dikaitkan dengan kelainan janin.

Krista S.Crider, PhD dkk dari US Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta, Gerogia, menulis bahwa antimikroba dan antibiotika khususnya, merupakan obat yang sering digunakan selama kehamilan karena terapi infeksi penting untuk kesehatan ibu dan janinnya.

Meskipun tampaknya beberapa golongan antibiotika relatif aman digunakan selama kehamilan, namun sebelumnya belum ada studi skala besar yang menilai keamanan atau resiko berbagai golongan antibakteri.

Tujuan The National Birth Defects Prevention Study yang dilakukan si AS tersebut adalah menilai kaitan antara penggunaan antibiotika selama fase perkembangan pada kehamilan awal (dari 1 bulan sebelum kehamilan hingga 3 bulan usia kehamilan) dengan kelainan janin.

Studi tersebut melibatkan 13.155 ibu yang janinnya mengalami 1 kelainan saat lahir yang dideteksi melalui program surveilans kelainan janin di 10 negara bagian. Subyek kontrol adalah 4941 ibu yang secara acak dipilih dari daerah geografik yang sama.

Dalam studi ini dicatat penggunaan antibiotika oleh ibu hamil selama periode 1 bulan sebelum hamila hingga akhir trisemester pertama, dan parameter penilaian utama adalah Odd Ratio (OR) yang menggambarkan kaitan antara penggunaan antibiotika spesifik dan kelainan janin yang telah ditentukan.

Selama kehamilan, penggunaan antibiotika dilaporkan meningkat dan puncaknya selama bulan ketiga. Penggunaan antibiotika pada satu waktu selama periode 3 bulan sebelum hamil hingga akhir kehamilan dilaporkan sebesar 29,4% pada ibu yang janinnya mengalami kelainan saat lahir dan 29,7% pada subyek kontrol.

Kelainan janin yang dikaitkan dengan sulfonamide adalah anensefali (OR 3,4), sindroma jantung kiri hipoplastik (OR 3,2), koarktasio aorta (OR 27), atresia koanal (OR 8,0), kelainan gerak transversal (OR 2,5), dan hernia diafragmatik (OR 4,2).

Kelainan janin yang dikaitkan dengan nitrofurantoin adalah anoftalmia atau mikrooftalmos (OR 3,7), sindrom jantung kiri hipoplastik (OR 4,2), defek septum atrium (OR 1,9), dan celah bibir dan palatum (OR 2,1). Eritromisin dikaitkan dengan 2 defek dan penisilin, sefalosporin serta kuinolon masing-masing dikaitkan dengan 1 defek.

Meskipun penisilin, eritromisin, dan sefalosporin sering digunakan oleh ibu hamil, tidak dikaitkan dengan kebanyakan kelainan janin. Sedangkan sulfonamid dan nitrofurantoin dikaitkan dengan beberapa kelainan janin sehingga memerlukan tambahan penelitian yang cermat.

Keterbatasan studi ini meliputi disain retrospektif yang tidak mampu menentukan kaitan penyebab; penentuan penyebab kelainan janin merupakan hal yang problematik, kelainan tunggal dapat terjadi karena  berbagai penyebab, selain itu adanya kemungkinan bias dan kesulitan menentukan apakah kelainan janin dikaitkan dengan antibiotika khusus atau dengan infeksi yang dialami.

Meskipun tidak dapat menentukan keamanan obat selama kehamilan, tetapi studi ini menunjukkan risiko yang dikaitkan dengan banyak golongan antibakteri yang digunakan selama kehamilan.

Sumber : CDK 175 / Vol.37 No.2 / Maret-April 2010



Referensi :
1.       Many Antibitocs Used  During Pregnancy Are Not Associated With Several Birth Defects (http://www.medscape.com/viewarticle/711665_print)
2.       Antibiotic Use During Pregnancy And Birth Defects: Study Examines Associations. (http://www.sciencedaily.com/releases/2009/11/091102171417.htm)


regards, taniafdi ^_^