1. Peptic Ulcer.
Prevalensi peptic ulcer telah diketahui berhubungan dengan diet. Penderita-penderita peptic ulcer berkaitan dengan rendahnya konsumsi buah dan produk-produk susu yang difermentasikan, sebaliknya berhubungan dengan relatif tingginya konsumsi susu, daging dan roti, dibanding individu normal. Ada suatu penelitian yang menyatakan bahwa Lactobacilus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum dengan konsentrasi 10 pangkat 9, dapat bertindak sebagai "pengobatan ekologi" terhadap gastritis dan dudenitis.
2. Diare.
Produk-produk olahan yang difermentasi mengandung L. acidophilus dapat berfungsi menghambat perkembangan organisme patogen, seperti S. dysenteriae, S. typhosa dan E. coli. Efek yang menguntungkan ini, diduga melalui bahan-bahan yang bersifat antimikroba yang dihasilkan oleh L. acidophilus dan dapat menetralisir enteroktoksin dari E. coli. Penelitian lain menyatakan bahwa efek potensial dari Bifidobacterium dan L. Acidophilus adalah berkurangnya produksi faltus dan dapat memodulasi diare yang diakibatkan oleh C. defficile.
3. Alergi makanan.
Bakteri probiotik diduga dapat meningkatkan sistem pertahanan endogen pada penderita-penderita dermatitis atopi dan alergi makanan, melalui penekanan terhadap inflamasi intestinal. Untuk tujuan pengobatan terhadap penyakit gastrointestinal, sifat antigenik yang terkandung dalam makanan harus dipertimbangkan, saat memulai terapi dengan menggunakan functional foods. Probiotik tidak hanya memulihkan transport makromolekul yang menyimpang, tapi juga mempunyai pengaruh spesifik mukosa dalam mendegradasi antigen yang berasal dari makanan.
4. Infeksi Helicobacter pylori.
Keadaan-keadaan patologi yang dihubungkan dengan H. pylori, ternyata didapatkan defisiensi spesies Lactobacillus pada lambung tersebut. Penelitian lain menyatakan bahwa berkurangnya derajat populasi Bifidobacteria sp, terjadi bersamaan dengan peningkatan infeksi oportunistik oleh enterobakteri dan perubahan imunitas lokal. Dapat disimpulkan bahwa sediaan probiotik yang mengandung Bifidobacteria dan Lactobacilli, dapat memulihkan lingkungan mikro dan gangguan respon imun yang telah terjadi. Seperti telah kita ketahui bersama, untuk terjadinya infeksi H. pylori diperlukan waktu tertentu terjadinya kontak dengan epitel gaster dan mekanisme ini tergantung juga pada komposisi mikroflora yang terdapat pada lambung. Penggunaan probiotik dapat diindikasikan bersamaan dengan pemberian tripel antibacterial therapy, pada proses patologi yang diakibatkan H. pylori di gastroduodenum. Biasanya terapi probiotik ini direkomendasikan pada fase awal pengobatan H. pylori. Penelitian invitro menunjukkan bahwa L. salivarius dapat memproduksi sejumlah besar asam laktat dan dapat menghambat pertumbuhan pada kultur H. pylori.
Penelitian lain yang mendukung menyatakan bahwa L. salivarius dapat menghambat penetrasi dan pelepasan IL-8 oleh H. pylori. Oleh karena itu, H. pylori tidak dapat melakukan kolonisasi pada lambung yang sebelumnya telah dikolonisasi oleh L. salivarius. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa pemberian L. salivarius setelah terjadinya penetrasi H. pylori, dapat menghilangkan kolonisasi H. pylori tersebut. Terjadinya hambatan ini diduga melalui sistem imunologi. Strain lain yang dapat mempunyai fungsi yang sama yaitu L. acidophilus dan L. casei subspesies rhamnosus.
5. Intoleransi laktose.
Suplemen makanan yang mengandung Lactobacillus diduga dapat meningkatkan fermentasi laktose dan memperbaiki gejala-gejala akibat intoleransi laktose. Disamping itu, mekanisme tersebut diduga melalui berkurangnya aktifitas enzym-enzym bakteri didalam feces, termasuk diantaranya betaglucoronidase, nitroreductase dan azoreductase.
6. Kanker.
Meningkatnya prevalensi tumor dilaporkan berhubungan dengan kebiasaan makan. Strain spesifik tertentu dari Lactobacilli yang digunakan untuk memfermentasikan susu, merupakan kandidat yang cukup menjanjikan sebagai anti mutagenik dan antikarsinogenik. Produk fermentasi yogurt yang mengandung bakteri hidup (L. delbrueckii sp. bulgaricus dan S. Thermophilus atau L. acidophillus dan Bifidobacteria) menunjukkan efek proteksi juga terhadap terjadinya tumor. Produk fermentasi susu yang lain seperti buttermilk, kefir dan Dickmilch tidak menunjukkan efek anti mutagenik. Dalam hal ini yang penting untuk diketahui adalah bahwa sifat anti mutagenik dari suatu strain bakteri, bersifat spesifik. Penelitian lain mendapatkan hasil, campuran antara Bifidobacteria sp. bio strain Danone 11, casein dan calcium, mungkin mempunyai peranan pada efek protektif produk-produk susu terhadap induksi mutagenesitas.
7. Sistem imun.
Penelitian pada binatang (anjing) oleh Fukushima menunjukkan, bahwa asupan Bifidobacteria dapat meningkatkan produksi IgA lokal pada usus yang dapat melindungi terhadap paparan antigen makanan. Suatu penelitian yang dilaksanakan untuk menentukan pengaruh konsumsi produk susu yang difermentasikan oleh L. casei strain Shirota, terhadap komposisi dan aktifitas metabolik dari mikrospora intestinal, serta parameter imunologi pada manusia, menunjukkan kemampuan memodulasi aktifitas metabolik dan komposisi mikroflora intestinal. Disamping itu, produk susu yang difermentasi tersebut, tidak mempengaruhi sistem imun individu laki-laki yang sehat (imunokompeten). Hasil penelitian ini sesuai dengan yang telah diperoleh Schiffrin dkk, dimana L. acidophilus La 1 dan B.bifidus Bb 12, tidak dapat mengubah subset limfosit pada manusia, tetapi daya fagositosis terhadap E. coli sp dapat ditingkatkan. Penelitian ini juga mendapatkan, asupan yogurt yang mengandung 10 pangkat 11 bakteri, bisa meningkatkan aktifitas 2'-5' synthetase pada sel mononuklear manusia. Hasil ini bisa menduga peranan interferon pada jalur perifer.
Sumber : Zubillaga M, Weill R, Postaire E, Goldman C, Caro R, Boccio J. Effects of probiotics and functional foods and their use in different diseases. Nutrition Research 2001;21:569-579.
regards, taniafdi ^_^
No comments:
Post a Comment